Selasa, 30 Juli 2013

Melihat, Tersenyum, Kagum dan (kadang) Geleng Kepala

Jogja - Aku pikir lama juga ga ngeblog. Maaf karena keasikan dengan dunia nyata yang membutakan aku perlunya menulis lagi. Rasanya permintaan maaf cukup sudah, no need to take it in another level called DRAMA

Kembali ke radio lagi membuat aku merasa hidup. Orang mungkin ga paham betapa aku sering pusing dan kehilangan diriku ketika jauh dari radio. Radio itu bukan melulu soal siaran aja, tapi juga melihat, mendengar dan merasakan aura radio itu sendiri. Salah satu yang enarik dari radio adalah SDMnya. Ya... Dimana-mana yang namanya berurusan dengan manusia lain itu menarik sangat .

Aku perhatikan ada beberapa orang yang punya motivasi yang berbeda kalau ditanya soal kenapa mau di radio. Ada yang bilang jatuh cinta, suka dari kecil, ingin terkenal, penasaran, panggilan jiwa dan lain sebagainya. Tapi, aku belum pernah mendengar ada yang bialng terpaksa, sampai akhirnya sebulan yang lalu ada yang bilang begitu. Kok bisa ya, kenapa ga? wong nyatanya memang ada.

Aku adalah orang yang bangga dengan pekerjaanku, tapi selalu merasa biasa saja dengan perusahaan tempat aku bekerja. Dimanapun itu, entah di radio milik BUMN besar, perusahaan tambang batu bara ternama atau ketika ada di bawah naungan sebuah kantor berita, maupun ketika ada di grup besar. Buat aku itu biasa. Orang senior di radio menurutku bukanlah mereka yang sudah lama siaran. Tapi adalah mereka yang terus belajar, mau mengupgrade diri dan pastinya terbuka dengan kritik.

Hanya saja aku sering kesal dengan orang-orang yang memanfaatkan radio untuk kepentingan egonya sendiri. Merasa tenar dan dikenali banyak orang karena dia bekerja di media. Ouuww that is so called RAVEN.

Menurutku, entah tinggal di Bontang, Balikpapan, Samarinda, Tenggarong atau bahkan di Jogja sekalipun. Skill orang radio itu terletak pada kemampuan dia mengolah kata dan musik. kembali ke taste! Kelihaian, kemampuan dia akan nampak jelas. Ngomong pake ketukan ga, menghindari kata-kata tertentu bekerja sesuai segmen atau apapun itu. Bekerja dengan segmen itu menarik kok. Berani apa ga masalahnya?

Kalau cuma mau suaranya di dengar tanpa konsep, ya pada akhirnya cuma jadi sampah. Ga perlu dia ngomong, anak playgrup juga bisa. Eh, kenapa jadi marah-marah ya? Entahlah. Aku sering bengah kalau melihat SDM separuh nyawa.

Tapi kondisi sekarang berbeda, aku bukan siapa-siapa. Hanya bisa Melihat, Tersenyum, Kagum dan (kadang) Geleng Kepala. ( nink)

Rabu, 03 Juli 2013

Memutuskan BERHIJAB

Jogja - Empat hari yang lalu 30 Juni 2013 aku memutuskan berhijab, akhirnya... Kenapa aku bilang akhirnya? Karena ini adalah keinginan aku sedari dulu. tiga belas tahun yang lalu aku pernah utarakan kepada ibuku, dan ibu meragukanku. " Jilbab itu bukan main-main, sekali pake ga boleh dilepas lagi " kata Ibu. Selama itu aku selalu iri dengan teman-teman aku yang berjilbab. Betapa tenangnya mereka. Aku selalu menyayangkan mereka yang melepas jilbabnya kalau jalan-jalan keluar. Sedih aku melihatnya, tapi ya sudahlah.

Bahkan sebelum menikah aku sempat bilang ke suami kalau aku ingin menggunakannya, kali ini suami bilang setuju. " Boleh aja, tapi apa kamu tahan? Itu panas lo " tanya dia. Aku pikir it's a fair question. Dia bahkan kaget waktu aku memaksa dia mengantar aku beli jilbab. hehehhe Karena kelamaan akhirnya aku minta adik sepupuku untuk mengantarkan aku. Akhirnya terbeli empat lembar hijab segi empat dan lima dalaman hijab. Dalaman harus banyak, soalnya kan pasti berkeringat. :)

Hari pertama pakai hijab rasanya aneh, bahkan sempat terpikir " pakenya besok aja deh ". Tapi akhirnya budaya hajar ku kambuh, pendapat orang nomor sekian, yang penting pake dulu.

Semoga istiqomah ya pembaca, doain ya...

Aku bekerja dan bersosialisasi untuk hidup, berhijab untuk bekal mati.