Kamis, 23 Mei 2013

9 Summer 10 Auntums #review

Jogja - Sebenernya saya kurang suka sama review film, tapi ya sudahlah. Toh film ini juga akan habis masa putarnya di bioskop. Kenapa? Alasannya karena saya ga mau mood saya rusak gara-gara review :) Saya sendiri, ketika memutuskan akan menonton sebuah film biasanya akan melihat sinopsis dan thriller. Kenapa? Krn disana kita bisa dapt gambaran sedikit tentang film tersebut.

Baiklah, kita mulai saja.

1. Satu - satunya yang membuat saya tertarik menonton film ini adalah keberadaan seorang Alex Komang ! Ya... Aktor senior jadi daya tarik sendiri buat saya. Buat saya, yang namanya jam terbang ga bakal bohong ( walau yang muda dan bagus juga ada ). Bagaimana dia memerankan karakter sebagai ayah Iwan sungguh membuat saya terkesan, ada adegan dimana Iwan dimarahi Bapaknya karena ibunya menemani dia selama di sekolah seharian.

Luar biasa emosinya dan dia layaknya seorang Bapak yang marah dan sayang kepada anaknya. Alex Komang bisa memadukannya dengan cara yang apik, menyentuh dan sekaligus membuka mata.

2. Pemeran Iwan kecil menurut saya sangat baik. Aktor kecil itu patut diacungi jempol, dia pandai memainkan emosi. One day he will be a great actor, I do believe so.

3. Ikhsan Tahore, pemeran Iwan saat dewasa sayangnya saya kurang puas dengan aktingnya. Seakan dia menjadi dirinya sendiri, beberapa narasi yang dia katakan masih kurang emosi. Yang buat saya janggal cara jalannya itu lo, kurang gagah. Langsung dropped melihatnya. Satu-satunya adegan terbaik dari Iwan dewasa adalah saat dia diminta Bapaknya untuk berteriak " Pujon " lebih keras di angkot waktu jadi kenek.

4. Penulis naskah di film ini juga sepertinya kurang paham penggunaan bahasa Jawa Timur-an, yang jelas beda dengan Jogja dan Jawa Tengah. Apa ya... Jadi ngganjel.

5. Film ini seharusnya bercerita tentang perjuangan Iwan mencapai puncak, tapi saya melihatnya berbeda. Buat saya film ini bercerita tentang perang batin Iwan yang sukses di New York, tapi bermasalah dengan masa lalunya. Saya menyimpulkan ini karena ada beberapa adegan dimana Iwan kecil bercakap-cakapn dengan Iwan besar. Bagaimana dia marah kepada Bapaknya, dan masa lalunya.

6. Logat, ya buat saya " medhok " Jawa Iwan besar di New York berlebihan. Karena bagai mana mungkin orang yang sepuluh tahun di Amerika masih punya logat Jawa? Apa mungkin? Dia kan banyak berinteraksi dengan orang asing, buat saya itu juga menjadi hal yang janggal.

7. Penggunaan kostum juga menurut saya aneh, Iwan memakai sweater kuning dan celana pendek warna cokelat. Dia kan seorang CEO, kenapa tidak diganti dengan jeans, t-shirt dengan blazer? Atau bisa dihilangkan sweater kuning itu? Apa memang Iwan yg sebenarnya ya seperti itu?

Sebenarnya film ini bagus, hanya kemasannya saja yang kurang menarik. Malah saya lebih tertarik dengan thrillernya, lebih "kena". Prediksi saya soal Alex Komang yang menjadi magnet buat saya ternyata benar. ;)
Powered by Telkomsel BlackBerry®

9 Summer 10 Auntums #review

Jogja - Sebenernya saya kurang suka sama review film, tapi ya sudahlah. Toh film ini juga akan habis masa putarnya di bioskop. Kenapa? Alasannya karena saya ga mau mood saya rusak gara-gara review :) Saya sendiri, ketika memutuskan akan menonton sebuah film biasanya akan melihat sinopsis dan thriller. Kenapa? Krn disana kita bisa dapt gambaran sedikit tentang film tersebut.

Baiklah, kita mulai saja.

1. Satu - satunya yang membuat saya tertarik menonton film ini adalah keberadaan seorang Alex Komang ! Ya... Aktor senior jadi daya tarik sendiri buat saya. Buat saya, yang namanya jam terbang ga bakal bohong ( walau yang muda dan bagus juga ada ). Bagaimana dia memerankan karakter sebagai ayah Iwan sungguh membuat saya terkesan, ada adegan dimana Iwan dimarahi Bapaknya karena ibunya menemani dia selama di sekolah seharian.

Luar biasa emosinya dan dia layaknya seorang Bapak yang marah dan sayang kepada anaknya. Alex Komang bisa memadukannya dengan cara yang apik, menyentuh dan sekaligus membuka mata.

2. Pemeran Iwan kecil menurut saya sangat baik. Aktor kecil itu patut diacungi jempol, dia pandai memainkan emosi. One day he will be a great actor, I do believe so.

3. Ikhsan Tahore, pemeran Iwan saat dewasa sayangnya saya kurang puas dengan aktingnya. Seakan dia menjadi dirinya sendiri, beberapa narasi yang dia katakan masih kurang emosi. Yang buat saya janggal cara jalannya itu lo, kurang gagah. Langsung dropped melihatnya. Satu-satunya adegan terbaik dari Iwan dewasa adalah saat dia diminta Bapaknya untuk berteriak " Pujon " lebih keras di angkot waktu jadi kenek.

4. Penulis naskah di film ini juga sepertinya kurang paham penggunaan bahasa Jawa Timur-an, yang jelas beda dengan Jogja dan Jawa Tengah. Apa ya... Jadi ngganjel.

5. Film ini seharusnya bercerita tentang perjuangan Iwan mencapai puncak, tapi saya melihatnya berbeda. Buat saya film ini bercerita tentang perang batin Iwan yang sukses di New York, tapi bermasalah dengan masa lalunya. Saya menyimpulkan ini karena ada beberapa adegan dimana Iwan kecil bercakap-cakapn dengan Iwan besar. Bagaimana dia marah kepada Bapaknya, dan masa lalunya.

6. Logat, ya buat saya " medhok " Jawa Iwan besar di New York berlebihan. Karena bagai mana mungkin orang yang sepuluh tahun di Amerika masih punya logat Jawa? Apa mungkin? Dia kan banyak berinteraksi dengan orang asing, buat saya itu juga menjadi hal yang janggal.

7. Penggunaan kostum juga menurut saya aneh, Iwan memakai sweater kuning dan celana pendek warna cokelat. Dia kan seorang CEO, kenapa tidak diganti dengan jeans, t-shirt dengan blazer? Atau bisa dihilangkan sweater kuning itu? Apa memang Iwan yg sebenarnya ya seperti itu?

Sebenarnya film ini bagus, hanya kemasannya saja yang kurang menarik. Malah saya lebih tertarik dengan thrillernya, lebih "kena". Prediksi saya soal Alex Komang yang menjadi magnet buat saya ternyata benar. ;)
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Minggu, 19 Mei 2013

Perempuan ( seharusnya ) saling mendukung

Jogja - Berawal dari twit ini aku naik darah. Disini jelas bahwa dia bilang " ibu tiri semuanya jahat "

Saya sendiri kurang paham kenapa dia mengatakan hal buruk seperti itu. Apa karena pengalaman pribadi atau karena kebanyakan baca cerita dongeng? Yang saya tau, itu menyakitkan. Kenapa? Karena saya menikah dengan laki-laki yang pernah menikah dan sudah memiliki seorang putri cantik.

Generalisasi bahwa ibu tiri itu jahat adalah pemikiran picik, miskin hati dan kepala. Buat saya, bahwa ada ibu tiri yang berlaku buruk pada putra/i nya adalah kasus per kasus. Media sering menjadikan status sebagai judul atau bahkan lead dari sebuah berita. Mau contoh? Oh bisa : ibu tiri, janda, duda, anak gelandangan, anak terlantar dan lain sebagainya.

Sebagai orang yang pernah bekerja sebagai penulis berita, saya paham conflict interest itu ada untuk kepentingan seseorang atau institusi. Sudah ah, terlalu jauh.

Yang saya sesalkan, yang menulis pendapat itu adalah seorang perempuan (juga). Kenapa perempuan itu tidak bisa berpikir jernih, sehingga bisa melihat sesuatu dalam berbagai sisi. Seakan dia hanya hidup di dunia yang sempurna. Tapi, apa memang ada yang sempurna?

Bagaimana saya melihat ini tentu menjadi fakta unik. Karena hubungan saya dengan mei-mei sangat baik. Bahkan mei-mei meminta saya untuk menikah dengan bapaknya. Menarik bukan? :)

Saya berbagi kisah ini bukan untuk mendulang simpati, tapi agar kita sama-sama mengerti. Selamat hari Minggu kawan.
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Selasa, 07 Mei 2013

Obat marah

Jogja - Pasti pernah dong marah sampe ke ubun-ubun, tingkat mega. Kalo marah aku di level ini biasanya sampe ga mau ngomong, bernapas dari dan keluar lewat hidung, dada berasa sesak plus badan berasa kuat (kebanyakan energi, bisa banting-banting tuh). Sama ga?

Kalau reaksi terhadap marah bisa berbeda pada setiap orang, apalagi cara ngobatinnya.. Hehehehe iya kan? Terus apa sih obat marah paling joss?

Aku punya sedikit cerita soal ini, diantaranya adalah ( cieehh )
1. ibuku biasanya kalo marah milih tidur.
2. Adikku yang paling besar pilih nonton kartun.
3. Adikku yang nomor dua biasanya milih olahraga.
4. Adikku yang terakhir biasanya milih jalan-jalan seharian.

Lalu gimana dengan aku? Biasanya aku pilih bersih2 rumah. Ya! Energi yang banyak ini harus disalurkan toh? Bersih-bersih aku anggap sebagai kegiatan yang paling bermanfaat. Hehehe.

So.. Let's be the one that can cure our self.
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Biasanya

Biasanya aku adalah orang yang gampang memaafkan orang lain.

Biasanya aku adalah orang yang dengan mudah mentolerir perbedaan.

Biasanya aku adalah orang yang menerima orang baru dengan tangan terbuka.

Biasanya aku adalah orang dapat melihat berbagai kebaikan bahkan dalam keadaan tersudut.

Tapi sekarang aku sadar, ada " BIAS " di " BIASANYA"
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Another drama

Jogja - Dalam hidup ( ah.. terlalu berat ngomong hidup, kita ganti dengan keseharian aja ), sering kali kita ingin bahagia tapi kehabisan alasan. Wah kalau itu namanya memang ga bahagia... Kata orang-orang yang suka motivasi itu bilang bahagia adalah pilihan. Bisa jadi itu benar, tapi bagaimana bisa bahagia kalau keadaan tidak memungkinkan. Aku akan bilang itu menerima keadaan, pasrah! Bahagia saat susah adalah merasakan pasrah dengan perasaan yang tenang, santai, sedih, meringis terbelalak dan seterusnya.

Aku sendiri kalau menghadapinya ga bisa tuh merasa bahagia dalam kesulitan. Ougghh come on... Kalau ada kesulitan itu yang harus dicari kan solusi. Bukan melakukan selebrasi atas suatu kejadian. Aku pilih marah dalam kesulitan. Kenapa?

Aku lebih mudah berpikir ketika dalam tekanan. Buat aku itu justru memudahkan aku untuk berpikir. Lalu bagaimana dengan kamu?

Powered by Telkomsel BlackBerry®