Sabtu, 07 Maret 2009

Comfort zone?

Kapan kita bisa merasa cukup? Berkat ikut milis praktisi radio, akhirnya aku dapet satu email yang isinya " out of my comfort zone".

Malah jadi menrik untuk berpikir, pa iya aku udah di zona itu? Kalau memang iya, lalu kenapamasih berasa kurang terus untuk push all of my teammates untuk lebih lagi? Motivasi atau skedar untuk memaksakan diri?

Seorang sahabat bilang, kalau dalam diibaratkan kereta yang kontennya ada lokomotif & gerbong. Maka aku dianalogikan sebagai gerbong yang di terngah. Mau gerak ga bisa, mau maju juga begah. In javanese "Stuck"!!

Ga usah di tanya apa aku penegn keluar dari zona nyaman ku sekarang. karena kenyamanan buat aku yayang penting adrenalin. percuma nyaman kalo ga ada friksi- friksai antara orang keratif dan bukan dengan orang mati ide.

Selasa, 03 Maret 2009

Nikah siri = primitif !

Terimakasih tribun kaltim! Mungkin kalo mereka ga ngangkat masalah nikah siri aku ga bakal mikirin soal yang satu ini. Di koran ini aku kirim sms untuk sampein pendapat tentang nikah siri. "NIKAH SIRI = PRIMITIF, PERCUMA HIDUP BERWARGANEGARA DAN PUNYA UNDANG-UNDANG. MENDING HIDUP DI ANTARTIKA AJA (baca: untuk para pelakunya)"

Wakakak, sampe saat ini aku juga masih mikir kenapa banyak orang yang mau nikah siri. Kalo alesannya ga punya duit kok agak aneh ya? bikin alibi yang kerenan dikit kek! Apa karena ingin punya istri lebih dari satu n ga diijinin ama istri pertama? ada lagi yang bikin ngakak. pake dalih ajaran agama lagi. Sebelum kesana, yuuk kita ke pelakunay dulu.

Dari pihak perempuan, jelas ini sama sekali tidaj ada untungnya. Haknya ga jelas, tapi kewajibannya nyata di depan mata ( belom lagi di tambah adat timur yang sangat sopan,habis lah perkara). Aku bahkan belum menyentuh ranah kekerasan yang mungkin saja terjadi.

Untuk yang laki-laki, bagaimana dia akan berjuang untuk keluarganya kelak jika statusnya saja tidak bisa di pertanggung jawabkan? ( komentar yang rada kejam buat laki2 harap dimaklumi, yang nulis perempuan nie)

Bagi keturunannya kelak, Adakah kepastian hukum bagi dia? Bagaiman proses tumbuh kembang seorang anak manusia jika dia meragukan dan diragukan oleh lingkungan atas statusnya? Mungkinkah emosi, kecerdasan dan kekuatan batinnya selaras? Hanya akan membuat generasi yang tersesat ( dalam dunia nyata dan dunia administrasi )

Lalu bagaimana dengan unsur RELIGI?

Hingga detik ini aku masih sangat yakin, agama manapun mengajarkan umatnya untuk bertanggung jawab. Nikah kok siri? Kenapa untuk memulai lehidupan yang baru justru dimulai dengan cara yang tidak terbuka? Dikhawatirnya akan menyebabkan fitnah. Apa sempat terpikir kalau mereka yang membiarkan orang lain bertanya -tanya dan akhirnya menimbulkan fitnah sejatinya mereka semuajadi berdosa. Karena ada unsur yang membuat sesuatu menjadi mungkin.

Tapi kalo negara ikut-ikut urusan agama ya aku ga setuju juga. Agama itu urusan personal, lebih baik "memanusiakan manusianya" saja. Beri mereka hak yang seharusnya didapatkan dan kewajiiban yang memang sudah kodratnya, supaya hidup bisa seimbang.

Tebar gambar terus... Bete mode is in the air!!!

Maraknya gambar calon legislatif saat ini bukan hanya bingung, tapi juga bikin begah! Dimana-mana foto orang senyum. Apa dengan senyum mereka itu bisa membuat hati ini teduh?

Dengan alibi sosialisasi mereka pilih gambar. Tapi sayang seribu sayang, apa ini cerminan wakil rakyat? Tak jarang diantara mereka menggunakan foto orang tuanya atau sanak keluarga yang menurut mereka terpandangng mendaji background. Miris ketika foto lansia dipampang bahkan ada yang sudah meninggal juga dibawa-bawa. Apa tidak ada cara yang jauh lebih cerdik lagi?

Program dong! Bukti dan karya nyata yang diperlukan. Ibu- ibu jadi korban sosialisasi caleg ni sekarang. Tak jarang ajang arisan sampai pengajian didomplengi urusan "jalan menuju kursi panas". Bahkan ada yang seharusnya pengajian malah ga jadi ngaji gara-gara si caleg ngasi sambutan yang pada akhirnya malah jadi penutupan acara itu.

Hebat bener, pada bagi-bagi kartu, payung, stiker (itu mah aman) tapi kalo sampe bagi -bagi kain, jilbab bahkan uang. Apa itu bukan bentuk penghinaan? Hak pilih itu sama dengan harga diri (menurut saya). Kalo bisa terbeli dengan materi atau bahkan senyum. Weleh-weleh... mau jadi apa?

Ada yang ngaku-ngaku dari kalangan muda? Nah lo sekarang umur juga jadi komoditas dagang caleg! trus yang tua apa harus bikin iklan " Ditempa oleh waktu dan pengalaman, atas filosofi kayu ulin yang makin di tua makin kuat " Konyol ah.

Apa ada ya caleg yang berani turun ke jalan minta orang -orang yang lewat menandatangani pernyataan dukungan ke dia? Ngimpi iye....

Yang tua belom tentu bener, yang muda belom tentu ngerti. Pada dasarnya ini semua adalah proses pendewasaan rakyat ( caleg juga rakyat lo). Gw cuman bisa doain semoga duit buat balihonya ada yang gantiin dan mereka yang ga terpilih ga stress, gila bahkan bunuh diri. Amien