“Iya, Om mu kan sudah ga kerja lagi sekarang.
Pensiunan sih.” Suara dari dalam
rumah itu menghentikan asiknya obrolan hangat antara seorang keponakan dan
pamannya.
“Akhirnya beres juga kan nduk.“ Laki-laki itu tersenyum sambil memberikan
kunci inggris kepadaku. Sementara aku dengan wajah menyesal menerima beberapa
perkakas dan memasukkannya kedalam toolbox
untuk memperbaiki mobil sore itu. Tak lama kemudian, aku pamit pulang. Seandainya
saja aku tidak mampir ke rumahnya, kata-kata itu tidak akan keluar. Hah Mengutuk diri selalu jadi jawaban
menarik dalam situasi macam ini.
Laki-laki yang dibilang pensiunan itu adalah omku. Yang aku tahu
dia adalah seorang pekerja keras, ayah yang mencintai anak-anaknya, paman
terbaik dimuka bumi, adik paling pengertian bagi saudara-saudaranya, tetangga
yang gemar menolong dilingkungannya, rekan kerja yang luar biasa bagi teman
sejawatnya, tapi satu yang dia belum bisa, menjadi sempurna dimata
istrinya. Miris rasanya.
Dua hari setelah kejadian itu aku
kembali melewati rumahnya, melihat bagaimana dia sangat tenang dengan
kegiatannya memberi makan ikan dan aku putuskan berhenti sejenak. “ Serius ni
om?” sapaku.
“
Eh kamu, sini-sini main sebentar.
Lama kita ga cerita-cerita” Jawabnya
hangat.
Aku
lalu menarik kursi dan dan duduk. “Kalau haus ambil minum sendiri ya. Tahukan
tempatnya?“ lanjutnya ramah.
Melihat
usaha dia untuk mencairkan suasana, harus aku akui itu kerja keras setelah apa
yang terjadi beberapa waktu yang lalu. “Beres Om” jawabku.
Rambut dikepalanya yang berwarna
putih, guratan wajahnya dan juga beberapa urat yang nampak ditanggannya membuat
aku terharu. Om ku adalah laki-laki pekerja keras.
“
Gimana rasanya kerja dihutan? Betah? “ Dia bertanya tetang pekerjaan baruku.
“Lumayan
Om, ternyata ga seenak yang orang
pikir” gerutuku.
“Biasa
itu, dijalani saja. Om tahu kalau kamu pasti
bisalah, kan kamu kuat” Dia
menguatkanku. Lalu aku curahkan semua keluh kesahku selama bekerja di lokasi
tambang batubara tempatku bekerja. Jawabannya selalu menenangkan, dia bahkan
memberikan aku beberapa tips untuk menghadapi rekan kerja dan atasanku.
Dia lalu duduk disampingku sambil
menghela napas panjang, seakan ada beban yang ingin dia lepaskan.
“
Kegiatan apa om sekarang?” Tanyaku.
“
Ini lagi mau bikin kolam ikan satu lagi disamping rumah. Lumayan buat
kesibukan.“ Dia menjawab dengan tenang.
“
Tanahnya masih luas lo om, masa cuman
kolam ikan aja?” Aku penasaran
“
Hehehe ini masih awal nduk, nanti diatas kolam bakal ada
kangkung. Nah, sisa tanahnya mau ditanam terong, cabe, bayem wah macem-macem
deh” Dia menjelaskan dengan rinci semua rencananya dengan antusias.
Rasanya
lama sudah aku tidak melihat wajah
gembira itu. Kagum aku dengan semangatnya yang besar walau dia tidak
lagi menjadi manager bagi anak buahnya di workshop alat berat.
“Kalau
ga gitu, mau ngapain lagi si Om nduk?”
suara itu muncul bersamaan dengan perempuan paruh baya yang membawa
minuman untuk kami.
“
Eh tante.. Apa kabar?” aku menyapanya.
“
Ah kalau tante gini-gini aja. Mau ngapain lagi coba? Udah ga bisa kaya dulu
lagi” Dia menjawab dengan entengnya. Apa coba maksudnya dengan kalimat itu?
Sungguh menyakitkan. Berbicara setajam itu didepan seorang keponakan yang
sangat mengidolakan pamannya.
Omku hanya diam, dia sadar kalau dia
adalah topik yang dikeluhkan istrinya. Aku pikir dia akan marah, memendam
rasa dalam tapi tidak. Dia tetap
tersenyum padaku. Justru aku yang
mendidih mendengarnya, tidak terima rasanya. Aku lalu melanjutkan percakapan dengan
omku.
“
Biar aja ya om, pesiunan. Kan dulu
kerja terus.” Belaku
“Tapi
hidupkan banyak keperluan, nduk.”
Tanteku membela diri.
Aku
membalikkan badanku dan berkata “ Kalau orang-orang kayak Om ga pensiun, lalu
orang-orang muda seperti aku kerja apa dong
tan? “
Perempuan
itu diam dan melangkah meninggalkan kami.
“Ga
perlu kamu membela Om seperti itu, kamu kan belum tahu rasanya berumah tangga.
Suatu saat kamu akan paham. Tapi, terimakasih”
Laki-laki itu menenangkan aku dalam senyumnya. Sementara aku terkesima
melihat sikapnya. Lalu om bercerita bagaimana mereka berdua pernah
mengalami masa-masa sulit dan
melewatinya dengan baik berkat dukungan dan pengorbanan dari tante.
Semua yang aku ketahui tentang Omku adalah betapa
sabar dan cintanya dia kepada istrinya. Aku sering melihat dia dengan senang
hati menyapu halaman depan, membuang sampah bahkan membakar sampah. Buatku, itu
luar biasa. Pagi hari biasanya dia akan memberi makan ikan sembari kadang
mencabut rumput dan lumut disekitarnya. Seakan dalam ada keindahan dipekerjaan remeh temeh yang dia kerjakan.
Buat
sebagian orang mungkin menganggap dia adalah seorang pengecut karena tidak bisa
mengendalikan istrinya. Tapi buatku dia adalah pahlawan, seorang lelaki sejati
yang bersedia memberikan seluruh hidupnya untuk keluarga yang dia kasihi. Dia
menerima kekurangan pasangannya sama seperti dia menerima dan bangga atas semua
kelebihannya. Dia tidak pernah kehilangan tatap cintanya, tutur manisnya,
lembut dalam setiap laku yang keluar dalam keseharian. Mungkin cinta itu
begitu, selalu melihat hal-hal baik bahkan disaat yang kurang baik sekalipun. Sekali lagi… Mungkin!