Rabu, 22 April 2009

Dia datang…

Saatnya kah ini? Kenapa mesti sekarang? Kemana lusa?
Butuh lebih banyak cinta untuk maju dan melangkah lagi.
Keputusan memang terasa berat jika di komparasi dengan sisi humanis.

Tapi saat realita ambil alih, maka seribu alasan akan lenyap dalam satu denyut penggerak nyawa ini.

Dalam kulinari kasih yang berpadu dalam sendunya hari.
Bagaimana aku bisa menerimanya kembali?
Wujudnya nyata, tapi buktinya tiada.
Sampai kapan aku di cekoki dengan indahnya imaji bersama?

Apa jadinya jika yang nyata adalah luka?
Gundah bukan jawab, tangis bukan akibat.
Ratap bukan yang ingin ku terima.

Adakah toleransi bersedia bergeliat?

Tidak ada komentar: