Rabu, 04 Juli 2012

LIFE'S GOES ON

Samarinda - Kemarin bisa jadi hari yang membahagiakan bagi kami sekeluarga, karena adik saya diterima bekerja di Pertamina. Perjuangan dia selama berbulan-bulan akhirnya berbuah manis. Senang? Oh jelas, bahagia nyata benar terlihat dan terasa. Ibu jelas jadi orang yang paling berbahagia atas suka cita ini.

Saya adalah anak kedua dari lima bersaudara, sekaligus satu-satunya anak perempuan di keluarga saya. Besar di keluarga ini membuat saya menjadi orang yang keras dan sensitif disaat yang sama. Bukan juga hal yang bisa dibanggakan terlalu luar biasa. 

Kalau dilihat kebelakang, mungkin orang tidak akan pernah menyangka bagaimana kami bisa seperti  sekarang. Sebelas tahun yang lalu kami ( Ibu, saya dan tiga adik saya ) datang ke Kalimantan Timur untuk memulai hidup yang baru. Kakak saya masuk pendidikan dinas di Curug, itulah kenapa dia tidak bersama kami. Seingat saya yang kami bawa hanya pakaian dan buku saja, dengan kapal Tidar yang membawa kami ke Balikpapan.

Setahu saya, pindah ke Kalimantan artinya akan kuliah di Samarinda (kebetulan saya diterima di Fak. Kehutanan Unmul ), tapi tidak. Kami dalam kondisi yang sangat sulit, jangankan untuk kuliah. Untuk makan dan tempat tinggalpun kami tidak punya. Akhirnya Ibu memutuskan untuk memisahkan saya dan adik-adik. Ibu, saya dan adik bungsu saya untuk tinggal di Bontang bersama keluarga Pakde untuk sementara waktu. 

Ibu memulai usaha warung makan yang pelan-pelan membuahkan hasil, lumayan lah untuk saat itu. Kami dulu pernah makan singkong rebus karena ibu tidak punya uang untuk beli beras, akhirnya bisa makan makanan yang "mewah" untuk ukuran kami. Tidak butuh waktu lama, Ibu memutuskan untuk mengumpulakan kami kembali. Akhirnya, kami sekeluarga bisa kembali berkumpul di Bontang. Kami mulai menata hidup.

Kesulitan hidup membuat kami menjadi kompak, dipandang orang dengan buruk, dinilai salah, bahkan dibilang anak tanpa Bapak. Bukan cuma orang luar yang bilang begitu, dari keluarga besar juga bahkan ada yang terang-terangan membenci kami. Dari sana kami belajar, kalau uang memang membutakan. Kami bahkan dianggap sampah dan benalu oleh mereka. Sampai kami bersumpah suatu hari jka kami menjadi "orang" kami akan balas mereka satu persatu Dulu kami dendam sekali, waktu dan kondisi merubah kami. 

Hidup mulai tertata, Ibu membiarkan saya kuliah Diploma 1 di Balikpapan, karena cuma itu yang Ibu mampu. Tiga adik saya masih sekolah, jadi tidak mungkin saya meminta terlalu banyak. Selapas kuliah saya sempat bekerja di beberapa tempat dan akhirnya memutuskan menjadi penyiar radio sampai sekarang. Adik saya yang paling besar sekarang sudah bekerja di Pupuk Kaltim, yang nomor dua kan tadi sudah dibiang diatas, sementara yang paling kecil sedang menunggu pengumuman SNMPTN ( semoga dia bisa masuk kampus idamannya). 

Kami memang belum bisa dianggap bangkit benar, tapi kami sudah bisa membuka mata mereka yang dulu menghina, memaki dan merendahkan kami dengan bukti nyata bahkan kami mulai berhasil. Saya bangga dengan Ibu karena keteguhannya menghadapi perjalanan panjang ini. Saya yakin ini menjadi ladang pahal luar biasa buat ibu. Sementara kami anak-anaknya bisa terus berkarya dan membuat bangga Ibu denga semua prestasi kami. Semoga banyak hal baik lagi yang bisa kami dapati. 

Perjalanan  sudah sejauh ini, rasanya sudah waktunya saya untuk melakukan hal yang sama. selama 10 tahun terakhir saya menutup hati karena saya mau melihat adik-adik saya berhasil.Sekaang mereka sudah menemukan jalannya sendiri dan saya juga harus move on. Semoga akhir tahun nanti saya bisa melangsungkan pernikahan saya dengan orang yang sudah saya pilih. Tapi saya juga harus tetap menjaga seorang adik saya yang masih harus menyelesaikan pendidikannya. 







Tidak ada komentar: