Rabu, 16 Januari 2013

Jangan Tanya Aku ini

Jogja - Pasti setiap orang pernah ragu saat akan menikah, terlebih menjelang detik-detik pernikahan. Sayapun pernah mengalaminya. #jujur Wajar saja rasanya bukan? It's a special moment, one in a lifetime. Tapi tolong jangan bertanya kepada saya mengenai keraguan saat akan menikah. Saya punya trauma yang mendalam soal yang satu ini. 

Beberapa tahun yang lalu saya mendampingi seorang kawan baik jelang hari pernikahannya, sebut saja mba cantik. Kenapa harus cantik? ya ealaahhh perempuan neeee. Nurut aja ya sama yang punya blog :)

Dari rapat pertama persiapan pernikahannya saya sudah ikut serta, pikir saya saat itu... Kapan lagi ni jadi panita nikahan, siapa tau nanti bisa jadi wedding organizer ( otak bisnis ). Saya lihat wajah mba cantik sangat antusias jelang pernikahannya. Bahkan dia sempat bilang kalau dia ingin pernikahannya lain dari yang lain. Wajar rasanya it's everybride dream

Di saat H-1 dia masih terus sibuk dengan persiapan pernikahannya, bahkan urusan venue masih dia urus. Pikir saya saat itu, busyeeet makan apa orang ini sebegitu kuatnya mondar-mandir. Padahal seharusnya dia sudah perawatan di salon dan tenang-tenang. Saya terus mendampingi dia, sampai tiba waktu magrib. Kami ada di salon dimana dia dijadwalkan untuk perawatan malam itu. 

Sambil menunggu giliran, saya pegang beberapa majalah fashion. Sampai akhirnya Mba Cantik sesenggukan, kalau biasanya orang akan mendekat, memegang tangannya lalu merangkul dan bertanya " Kenapa Mba? ". Maka versi saya bukan begitu, saya sambil baca majalah langsung nyeletuk 

" Drama deh, drama pra wedding ne... Please deh mba... " sambil ngelirik setengah hati, full ngeledek.

Bukan saya ga punya hati, komunikasi kami begitu dekat sampai basa-basi sudah hilang begitu saja.

Beberapa detik tanpa jawab, hanya suara isak tangis saja yang terdengar. Saya mulai bingung. Senyum dan atwa riangnya hilang, seakan dia orang asing buat saya. Wajahnya tegang, ketakutan seperti melihat hantu. Tapi tangisnya terus saja disitu, enggan menjauh pergi. Suasana hening pecah saat dia bilang.. " Keputusanku untuk menikah ini bener ga ya? "

Waktu itu saya masih naif, muda dan emosional. Saya pikir it's  a panic attack.  

" Ya ampun mba, ya pasti benerlah. Ini udah jam berapa? Kemaren-kemaren mantep kok. Ini mah cuma godaan aja. Biasa itu...Mantepin diri deh, hitungan jam ni ( jelang pernikahan ). Ga usah mikir macem-macem " jawabku dengan nada mantap sambil menepuk punggungnya.

" Udah gilirannya tuh, jangan sampe besok ga cantik... Harus segera masuk tuh, lingkar mata udah item mana ditambah mata bengkak lagi " godaku.

Mba Cantik tersenyum sambil bilang " Makasih ya.. "

Esoknya, dia jadi perempuan paling cantik dengan kebaya putih berjalan anggun memasuki masjid dan melangsungkan ijab kabulnya. Alhamdulilah semua berjalan lancar.

Saat itu saya bahagia karena saya ada waktu dia mengalami her moment of crisis  dan lolos... Tapi bahagiaku hanya ada disaat itu saja. Karena kurang dari enam bulan mereka sudah berpisah. Agaknya ada masalah dalam pernikahan mereka. Detilnya saya ga tau, ga ngurus juga soalnya.

Lalu saya berpikir bagaimana kalau keraguan malam itu adalah petunjuk dari Allah SWT ? Saya justru menguatkan dia untuk maju terus. Sebagai seorang kawan seharusnya saya tetap netral dan membiarkan dia yang memutuskannya sendiri. Saya terpukul, seandainya waktu itu.... Terlebih pada akhirnya saya tau kalau belum genap sebulan dari pernikahan mereka sudah memutuskan untuk pisah rumah. 

Sejak saat itu saya memilih diam kalau ada calon pengantin yang bertanya mengenai keputusan dia menikah. Berat rasanya... Sampai sekarang saya masih merasa bersalah kepada Mba Cantik. Semoga kehidupan sekarang berjalan lebih baik ya.. 




Tidak ada komentar: